Mungkin satu-satunya jalan agar hati ini bisa sedikit lebih tenang.
Setiap manusia pasti mencapai satu titik jenuh bila memperjuangkan sesuatu dengan susah payah tapi hasilnya nol besar.
Ya, itulah yang saat ini aku rasakan…
Aku mencapai satu titik jenuh setelah lelah memperjuangkan satu hal, “cinta”…
Entah siapa yang salah, aku yang terlalu naïf menelan bulat-bulat
setiap rayuan dan kata-kata manis dari mereka, atau mereka yang memang
senang membuat wanita melayang dan menghempaskannya begitu saja?
Entahlah…
yang aku tahu, wanita akan tertarik pada pria yang mampu membuatnya
nyaman. Dan mungkin sekarang di dunia ini sudah banyak pria yang pandai
membuat para wanita tertarik dengan semua rayu manisnya. Dengan
pandainya mereka datang saat aku sedang terpuruk karena di khianati
orang terkasihku. Mereka datang dengan bermodalkan tisu dan pundak untuk
aku bersandar.
Sekali, aku disakiti oleh pria yang sangat aku
sayang. Dia meninggalkanku disaat rasa ini sudah tumbuh begitu dalam.
Aku jatuh, aku sakit, aku merasa menjadi wanita yang bermuka paling
jelek di dunia ini. Sampai akhirnya pria yang kedua datang menyodorkan
sebuah tisu untuk menghapus air mataku, memasang kedua telinganya untuk
mendengar semua keluh kesahku hingga tiba saatnya aku pun jatuh ke
tangannya, pria yang kedua. Awalnya memang indah, dia bak seorang
pangeran yang dikirim Tuhan khusus untuk merangkulku, mengembalikan
semangatku yang pernah pudar, memapahku untuk kembali berjalan.
Ke
dua kali, tak ada angin, tak ada hujan. Pria kedua pergi dengan alasan
ingin kembali ke pelukan wanitanya yang dulu, sebelum aku. Tuhan,
rasanya ingin teriak. Kenapa ?? baru saja kemarin dia menjadi sosok
malaikat pelindungku, secepat inikah dia berubah menjadi sosok yang
sangat menjijikan. Sekali lagi aku merasakan itu. Aku merasa menjadi
wanita yang bermuka paling jelek di dunia ini, LAGI. Waktu demi waktu
berlalu, tak terasa aku menyendiri sudah beberapa tahun. Aku sudah
sembuh, aku sudah bangkit dari keterpurukan itu. Aku menjadi seorang
wanita periang, mengisi sela waktu dengan kegiatan yang bermanfaat..
Sampai
suatu hari, ada seorang teman yang ingin mengenalkanku pada seorang
pria. Aku rasa tidak ada salahnya kalau untuk sekedar berteman. Kami pun
berkenalan sampai akhirnya mengenal satu sama lain. Kami mengobrol,
bercanda, saling melemparkan perhatian satu sama lain. Dan akhirnya dia
pun menyatakan cinta. Aku tidak dengan mudah menerimanya. Ku berikan dia
penjelasan, aku ceritakan semua pengalaman pahitku saat menjalani
hubungan sebelum-sebelumnya. Dia pun berkata “Belajar dari kegagalan itu
lebih baik daripada tidak sama sekali”. Aku dan dia masih lancar
videocall, bbm, telepon, saling berkabar karena memang tempat dia
tinggal lumayan jauh dari tempatku. Sambil berjalan aku mulai
mempertimbangkan ucapannya itu. Dan alasan lain yang membuat aku
mempertimbangkannya, dia memasang fotoku di profil bbmnya, lengkap
dengan namaku di statusnya. Dengan masih diselimuti rasa takut, aku
mulai menerimanya. Seperti pasangan lainnya kita jalan-jalan, dia sangat
memanjakanku. Sampai pada saatnya…
Ke tiga kali, aku dijatuhkan
lagi. Aku dihempaskan begitu saja. Dia berjalan memunggungiku tanpa
sepatah kata putus atau maaf sedikitpun. Aku yakin tangannya masih
berfungsi dengan normal, begitu juga dengan matanya. Aku pikir apa
susahnya memberikan penjelasan sebelum pergi? Ah sudahlah, mungkin sudah
jalannya harus seperti ini.
Tapi kali ini aku tidak merasakannya,
aku tidak merasa menjadi wanita yang bermuka jelek lagi. Aku mulai
berpikir positif. Mungkin kali ini aku harus benar-benar beristirahat
dari cinta-cintaan yang banyak jenis dan trik permainannya. Kali ini aku
paham, mungkin Tuhan ingin aku menjadi wanita kuat. Kali ini aku
fokuskan diriku untuk memperjuangkan keluarga, karir, dan studi ku.
^^
Bersabarlah, kau hanya sedang berada dalam fase mencintai seseorang yang salah, sehingga kau merasa terluka yang cukup melemahkanmu.
Lihat saja, ketika esok kau telah belajar dari kesalahan, kau akan menemukan fase dimana betapa baiknya Tuhan padamu, mengatur semuanya dengan sebegitu baik, ketika kau menemukan dia yang terbaik dari yang maha baik, untuk kamu yang belajar untuk menjadi lebih baik.
Minggu, 10 April 2016
Rabu, 06 April 2016
Dikecewakan
Kembali
kepertanyaan awal. Jika ia yang kamu cinta lebih bahagia tanpa adanya
dirimu, apakah kamu mau meninggalkannya? Susah memang, namun bukan
berarti tak bisa. Toh esensi meninggalkan dan ditinggalkan adalah
"berbahagia lah tanpa" ,bukan "bersedih dengan"
Saya
belajar banyak, banyak sekali, menerima walau tak diterima , merelakan
pergi ia yang meninggalkan saya pergi, ikut berbahagia saat ia yang saya
cinta berbahagia tanpa saya. Dan diakhir paragraf ini, saya menjawab tersebut dengan, "Iya, saya akan pergi, Berbahagia lah kamu
tanpa saya"
"I will learn to love again. I will learn to love , I will learn"
If something is destined for you never in million years it will be for somebody else
Be brave :)
PS : Ini cuma ungkapan kata yang sedikit terpendam
Selasa, 05 April 2016
Berlari Saja
Berlari Saja,
Hingga kakimu tak sanggup berlari.
Berlari Saja,
Hingga tenagamu terkuras habis.
Berlari Saja,
Hingga tubuhmu oleng dan tersungkur.
Berlari Saja,
Hingga dirimu lupa caranya berjalan.
Berlari Saja, Lagi
Karena secepat apapun kau berlari dan sejauh apapun kau berlari,
Jika nyata-nya aku yang menjadi tujuan terakhirmu,
Aku akan tetap disini, Berdiri, Mengulurkan Tangan,
Menjadi tempat istirahatmu.
Karena Nyatanya,
Berlari tak akan merubah takdir sekecil apapun.
Hingga kakimu tak sanggup berlari.
Berlari Saja,
Hingga tenagamu terkuras habis.
Berlari Saja,
Hingga tubuhmu oleng dan tersungkur.
Berlari Saja,
Hingga dirimu lupa caranya berjalan.
Berlari Saja, Lagi
Karena secepat apapun kau berlari dan sejauh apapun kau berlari,
Jika nyata-nya aku yang menjadi tujuan terakhirmu,
Aku akan tetap disini, Berdiri, Mengulurkan Tangan,
Menjadi tempat istirahatmu.
Karena Nyatanya,
Berlari tak akan merubah takdir sekecil apapun.
Jumat, 01 April 2016
Mungkin, aku terlalu berharap banyak
Rasanya semua terjadi begitu cepat, kita berkenalan
lalu tiba-tiba merasakan perasaan yang aneh. Setiap hari rasanya berbeda dan
tak lagi sama. Kamu hadir membawa banyak perubahan dalam hari-hariku. Hitam dan
putih menjadi lebih berwarna ketika sosokmu hadir mengisi ruang-ruang kosong di
hatiku. Tak ada percakapan yang biasa, seakan-akan semua terasa begitu ajaib
dan luar biasa. Entahlah, perasaan ini bertumbuh melebihi batas yang kutahu.
Aku menjadi takut kehilangan kamu. Siksaan datang bertubi-tubi ketika tubuhmu tidak berada di sampingku. Kamu seperti mengendalikan otak dan hatiku, ada sebab yang tak kumengerti sedikitpun. Aku sulit jauh darimu, aku membutuhkanmu seperti aku butuh udara. Napasku akan tercekat jika sosokmu hilang dari pandangan mata. Salahkah jika kamu selalu kunomorsatukan?
Tapi... entah mengapa sikapmu tidak seperti sikapku. Perhatianmu tak sedalam perhatianku. Tatapan matamu tak setajam tatapan mataku. Adakah kesalahan di antara aku dan kamu? Apakah kamu tak merasakan yang juga aku rasakan?
Kamu mungkin belum terlalu paham dengan perasaanku, karena kamu memang tak pernah sibuk memikirkanku. Berdosakah jika aku seringkali menjatuhkan air mata untukmu? Aku selalu kehilangan kamu, dan kamu juga selalu pergi tanpa meminta izin. Meminta izin? Memangnya aku siapa? Kekasihmu? Bodoh! Tolol! Hadir dalam mimpimu pun aku sudah bersyukur, apalagi bisa jadi milikmu seutuhnya. Mungkinkah? Bisakah?
Janjimu terlalu banyak, hingga aku lupa menghitung mana saja yang belum kamu tepati. Begitu sering kamu menyakiti, tapi kumaafkan lagi berkali-kali. Lihatlah aku yang hanya bisa terdiam dan membisu. Pandanglah aku yang mencintaimu dengan tulus namun kau hempaskan dengan begitu bulus. Seberapa tidak pentingkah aku? Apakah aku hanyalah persimpangan jalan yang selalu kau abaikan – juga kautinggalkan?
Apakah aku tak berharga di matamu? Apakah aku hanyalah boneka yang selalu ikut aturanmu? Di mana letak hatimu?! Aku tak bisa bicara banyak, juga tak ingin mengutarakan semua yang terlanjur terjadi. Aku tak berhak berbicara tentang cinta, jika kauterus tulikan telinga. Aku tak mungkin bisa berkata rindu, jika berkali-kali kauciptakan jarak yang semakin jauh. Aku tak bisa apa-apa selain memandangimu dan membawa namamu dalam percakapan panjangku dengan Tuhan.
Sadarkah jemarimu selalu lukai hatiku? Ingatkah perkataanmu selalu menghancurleburkan mimpi-mimpiku? Apakah aku tak pantas bahagia bersamamu? Terlau banyak pertanyaan. Aku muak sendiri. Aku mencintaimu yang belum tentu mencintaiku. Aku mengagumimu yang belum tentu paham dengan rasa kagumku.
Aku bukan siapa-siapa di matamu, dan tak akan pernah menjadi siapa-siapa. Sebenarnya, aku juga ingin tahu, di manakah kauletakkan hatiku yang selama ini kuberikan padamu. Tapi, kamu pasti enggan menjawab dan tak mau tahu soal rasa penasaranku. Siapakah seseorang yang telah beruntung karena memiliki hatimu?
Mungkin... semua memang salahku. Yang menganggap semuanya berubah sesuai keinginanku. Yang bermimpi bisa menjadikanmu lebih dari teman. Salahkah jika perasaanku bertumbuh melebihi batas kewajaran? Aku mencintaimu tidak hanya sebagi teman, tapi juga sebagai seseorang yang bergitu bernilai dalam hidupku.
Namun, semua jauh dari harapku selama ini. Mungkin, memang aku yang terlalu berharap terlalu banyak. Akulah yang tak menyadari posisiku dan tak menyadari letakmu yang sengguh jauh dari genggaman tangan. Akulah yang bodoh. Akulah yang bersalah!
Tenanglah, tak perlu memerhatikanku lagi. Aku terbiasa tersakiti kok, terutama jika sebabnya kamu. Tidak perlu basa-basi, aku bisa sendiri. Dan, kamu pasti tak sadar, aku berbohong jika aku bisa begitu mudah melupakanmu.
Menjauhlah. Aku ingin dekat-dekat dengan kesepian saja, di sana lukaku terobati, di sana tak kutemui orang sepertimu, yang berganti-ganti topeng dengan mudahnya, yang berkata sayang dengan gampangnya.
lalu tiba-tiba merasakan perasaan yang aneh. Setiap hari rasanya berbeda dan
tak lagi sama. Kamu hadir membawa banyak perubahan dalam hari-hariku. Hitam dan
putih menjadi lebih berwarna ketika sosokmu hadir mengisi ruang-ruang kosong di
hatiku. Tak ada percakapan yang biasa, seakan-akan semua terasa begitu ajaib
dan luar biasa. Entahlah, perasaan ini bertumbuh melebihi batas yang kutahu.
Aku menjadi takut kehilangan kamu. Siksaan datang bertubi-tubi ketika tubuhmu tidak berada di sampingku. Kamu seperti mengendalikan otak dan hatiku, ada sebab yang tak kumengerti sedikitpun. Aku sulit jauh darimu, aku membutuhkanmu seperti aku butuh udara. Napasku akan tercekat jika sosokmu hilang dari pandangan mata. Salahkah jika kamu selalu kunomorsatukan?
Tapi... entah mengapa sikapmu tidak seperti sikapku. Perhatianmu tak sedalam perhatianku. Tatapan matamu tak setajam tatapan mataku. Adakah kesalahan di antara aku dan kamu? Apakah kamu tak merasakan yang juga aku rasakan?
Kamu mungkin belum terlalu paham dengan perasaanku, karena kamu memang tak pernah sibuk memikirkanku. Berdosakah jika aku seringkali menjatuhkan air mata untukmu? Aku selalu kehilangan kamu, dan kamu juga selalu pergi tanpa meminta izin. Meminta izin? Memangnya aku siapa? Kekasihmu? Bodoh! Tolol! Hadir dalam mimpimu pun aku sudah bersyukur, apalagi bisa jadi milikmu seutuhnya. Mungkinkah? Bisakah?
Janjimu terlalu banyak, hingga aku lupa menghitung mana saja yang belum kamu tepati. Begitu sering kamu menyakiti, tapi kumaafkan lagi berkali-kali. Lihatlah aku yang hanya bisa terdiam dan membisu. Pandanglah aku yang mencintaimu dengan tulus namun kau hempaskan dengan begitu bulus. Seberapa tidak pentingkah aku? Apakah aku hanyalah persimpangan jalan yang selalu kau abaikan – juga kautinggalkan?
Apakah aku tak berharga di matamu? Apakah aku hanyalah boneka yang selalu ikut aturanmu? Di mana letak hatimu?! Aku tak bisa bicara banyak, juga tak ingin mengutarakan semua yang terlanjur terjadi. Aku tak berhak berbicara tentang cinta, jika kauterus tulikan telinga. Aku tak mungkin bisa berkata rindu, jika berkali-kali kauciptakan jarak yang semakin jauh. Aku tak bisa apa-apa selain memandangimu dan membawa namamu dalam percakapan panjangku dengan Tuhan.
Sadarkah jemarimu selalu lukai hatiku? Ingatkah perkataanmu selalu menghancurleburkan mimpi-mimpiku? Apakah aku tak pantas bahagia bersamamu? Terlau banyak pertanyaan. Aku muak sendiri. Aku mencintaimu yang belum tentu mencintaiku. Aku mengagumimu yang belum tentu paham dengan rasa kagumku.
Aku bukan siapa-siapa di matamu, dan tak akan pernah menjadi siapa-siapa. Sebenarnya, aku juga ingin tahu, di manakah kauletakkan hatiku yang selama ini kuberikan padamu. Tapi, kamu pasti enggan menjawab dan tak mau tahu soal rasa penasaranku. Siapakah seseorang yang telah beruntung karena memiliki hatimu?
Mungkin... semua memang salahku. Yang menganggap semuanya berubah sesuai keinginanku. Yang bermimpi bisa menjadikanmu lebih dari teman. Salahkah jika perasaanku bertumbuh melebihi batas kewajaran? Aku mencintaimu tidak hanya sebagi teman, tapi juga sebagai seseorang yang bergitu bernilai dalam hidupku.
Namun, semua jauh dari harapku selama ini. Mungkin, memang aku yang terlalu berharap terlalu banyak. Akulah yang tak menyadari posisiku dan tak menyadari letakmu yang sengguh jauh dari genggaman tangan. Akulah yang bodoh. Akulah yang bersalah!
Tenanglah, tak perlu memerhatikanku lagi. Aku terbiasa tersakiti kok, terutama jika sebabnya kamu. Tidak perlu basa-basi, aku bisa sendiri. Dan, kamu pasti tak sadar, aku berbohong jika aku bisa begitu mudah melupakanmu.
Menjauhlah. Aku ingin dekat-dekat dengan kesepian saja, di sana lukaku terobati, di sana tak kutemui orang sepertimu, yang berganti-ganti topeng dengan mudahnya, yang berkata sayang dengan gampangnya.
Langganan:
Postingan (Atom)